Mataram, RNETnews.com - Sidang lanjutan kasus yang menjerat enam aktivis pejuang demokrasi dengan terdakwa Ferry Adrian dkk. memasuki babak baru. Dalam sidang yang digelar di Pengadilan Negeri Mataram, Rabu (10/12/2025), tim penasihat hukum aktivis menyampaikan tanggapan atas pendapat penuntut umum terkait eksepsi yang diajukan.
Sidang yang dipimpin oleh Hakim Ketua Rosihan Luthfi, S.H., M.H., bersama hakim anggota Made Hermayanti Muliarta, S.H., M.H., dan I Made Gede Trisnajaya, S.H., M.H., ini menjadi perhatian publik karena dugaan pelanggaran hak asasi manusia dalam proses penyidikan. Tim pembela dari Aliansi Mahasiswa dan Rakyat NTB menyoroti lima poin utama dalam eksepsi yang diajukan.
Yan Mangandar Putra, dari Tim Pembela Aliansi Mahasiswa dan Rakyat NTB, menyampaikan bahwa majelis hakim ingin mendalami lebih lanjut alasan-alasan keberatan atas surat dakwaan yang diajukan oleh penasihat hukum para terdakwa.
"Kami menilai majelis hakim ingin menggali lebih dalam lagi terkait alasan-alasan nota keberatan atas surat dakwaan (eksepsi) yang diajukan oleh penasihat hukum para Terdakwa," ujar Yan Mangandar Putra.
Keberatan pertama terkait dengan dugaan pelanggaran Miranda Rules dalam proses penyidikan. Tim pembela menyebutkan bahwa lima dari enam tersangka tidak didampingi penasihat hukum selama proses BAP, yang melanggar Pasal 56 KUHAP. Selain itu, tim pembela juga menyoroti tidak diberikannya salinan BAP dan turunan pelimpahan perkara kepada terdakwa atau penasihat hukum, yang melanggar Pasal 72 dan Pasal 143 (4) KUHAP.
Tim pembela juga menyoroti adanya dugaan berkas perkara cacat formil karena adanya halaman dalam BAP yang tidak diparaf oleh tersangka dan tidak ditandatangani oleh penyidik pembantu. Mereka menduga adanya rekayasa untuk mengkriminalisasi aksi demonstrasi #IndonesiaDarurat pada 30 Agustus 2025. Selain itu, tim pembela menilai dakwaan yang diajukan kabur dan tidak memenuhi syarat formil dan materiil sesuai Pasal 143 ayat (2) KUHAP dan Surat Edaran Jaksa Agung RI nomor SE.004/J.A/11/1993.
"Untuk itu, berdasarkan lima alasan keberatan tersebut, kami meminta agar Majelis Hakim menyatakan Surat Dakwaan Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Mataram Nomor Register: PDM-4779/N.2.10 Eoh.2/10/2025, tanggal 12 November 2025 batal demi hukum atau setidak-tidaknya dinyatakan tidak dapat diterima," tegas tim pembela.
Terkait dengan pendapat penuntut umum yang menyebutkan bahwa aksi demonstrasi akan membuat Lombok sepi dan investor takut datang, tim pembela menilai hal tersebut sebagai logical fallacy atau kesesatan logika berpikir. Mereka membantah argumen tersebut dengan data dari DPMPTSP Provinsi NTB yang mencatat realisasi investasi positif pada periode Januari-September 2025.
"Kami bertanya-tanya keadilan untuk siapa yang sebenarnya sedang dimaksud oleh Saudara Jaksa Penuntut Umum?" tanya tim pembela.
Di akhir tanggapan, tim pembela mengingatkan bahwa sidang ini bertepatan dengan Hari HAM Internasional dan 100 hari penahanan para terdakwa. Mereka berharap putusan sela yang akan dibacakan pada sidang selanjutnya, Rabu (17/12/2025), menjadi kado indah bagi para aktivis dan keluarga mereka. (Red.)
0Komentar
Berkomentar dengan mencantumkan link promosi otomatis kami hapus.