Ketua LPA Lombok Timur,Judan Putrabaya 
Lombok Timur, RNETnews - Pihak Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Lombok Timur mencatat ada sekitar 50 kasus kekerasan seksual terjadi di Lombok Timur sepanjang tahun 2022,dengan perincian sebanyak 25 kasus kekerasan seksual maupun kekerasan lainnya terjadi di lingkungan pendidikan dan sebanyak 25 kasus lainnya terjadi di lingkungan keluarga korban sendiri.

Maka dengan banyaknya kasus tersebut tentunya ini menjadi perhatian semua pihak untuk mencarikan solusi atau langkah-langkah kongkrit dalam penyelesaian masalah tersebut. 

Demikian ditegaskan Ketua LPA Lombok Timur,Judan Putrabaya saat diminta tanggapannya,Rabu kemarin (28|12). " Kita miris sekali dengan banyaknya kasus kekerasan seksual terjadi terhadap anak di Lotim," tegasnya.

Menurutnya dengan adanya fakta menunjukkan bahwa sesungguhnya saat ini hampir semua tempat berpotensi terjadinya berbagai bentuk kekerasan khususnya terhadap anak. 

Salah satunya orang tuanya sebagai Pekerja Migran Indonesia (PMI) dan anak diasuh oleh kakek atau neneknya,paman atau keluarga dekat lainnya.

" Mereka inilah yang sangat rentan dan sangat berpotensi menjadi korban bentuk kekerasan maupun eksploitasi anak untuk kepentingan seksual atau korban chilid trafficing," paparanya.

Oleh karena itu, lanjut Judan,maka sudah seharusnya pemerintah daerah dengan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang memiliki bidang tersebut untuk melakukan pemetaan secara lebih konfrehensif guna menentukan wilayah,bentuk kekerasan,faktor dominan yang menyebabkan terjadinya kasus tersebut.

Kemudian selanjutnya menentukan bentuk intervensi yang paling tepat bisa dilakukan guna pencegahan atau meminimalisir kasus-kasus tersebut. Karena untuk menangani korban kekerasan secara maksimal adalah sebuah keniscayaan,tapi merumuskan berbagai langkah kongkrit dan bersifat konfrehensif bukan versial sangat dibutuhkan.‎

" Selama ini langkah-langkah yang kita lakukan tak lebih bagaikan pemadam kebakaran dimana setiap ada kejadian baru bertindak," tukasnya seraya mengatakan diagnosa itu sangat penting agar tidak salah dalam mengambil tindakan.

Ketua LPA Lombok Timur menjelaskan regulasi yang menyangkut masalah perlindungan anak dan perempuan cukup memadai dengan adanya dalam bentuk undang-undang,Peraturan Daerah,peraturan Bupati hingga peraturan desa di Lotim.

Akan tapi regulasi tidak akan efektif mampu mencegah kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak manakala tidak dibarengi dengan upaya pengawalan dengan melibatkan berbagai komponen yang ada di daerah ini.

" Menerapkan sanksi hukum maupun sanksi sosial bagi pelaku agar menimbulkan epek jera,memperkuat basis-basis perlindungan perempuan dan anak di desa sampai dusun dalam rangka mempersempit ruang bagi pelaku predator anak untuk melakukan perbuatan bejatnya," tandasnya. (SR)