Mataram, RNETnews – Selain dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Mataram, kecaman kini datang dari Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Provinsi Nusa Tenggara Barat atas intimidasi berupa pemanggilan secara paksa oleh Polisi atas penulisan berita dugaan pungli di Polresta Mataram. 

IJTI NTB melalui ketuanya Hj. Sitti Faridha Andipatiroi bersikap tegas siap berada pada satu barisan bersama organisasi pers Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Mataram, untuk membela kepentingan tiga wartawan yang melakukan tindakan intimidasi berupa pemanggilan secara paksa dari Polresta Mataram, dan Paminal Bid Propam Polda NTB. 

Tak hanya pemanggilan permintaan untuk diintrogasi, tiga wartawan yang telah menulis berita dugaan pungutan liar (pungli) di lingkup Satuan Lalu Lintas Polresta Mataram itu juga diminta untuk menghapus berita yang telah termuat di medianya masing-masing.

Sebagaimana informasi yang beredar, tiga orang jurnalis media cetak dan online di Mataram dari viva.co.id, lombok.tribunnews.com, dan ntbsatu.com telah menerbitkan berita dugaan pungli oleh oknum anggota dari Unit Laka di Satlantas Polresta Mataram, sebagaimana sumber informasi dari korban dan bahkan telah terkonfirmasi oleh Kapolresta Mataram, Kombes Pol Mustafa. Dimana dalam berita tersebut memuat fakta, bahwa korban kecelakaan dimintai uang senilai Rp 1 juta hingga Rp 2,5 juta oleh Polisi dari Unit Laka, hanya sekedar untuk mendapatkan surat keterangan kecelakaan.

Namun ironisnya setelah berita itu termuat, seseorang yang mengaku sebagai anggota Pengamanan Internal (Paminal) pada Bidang Propam Polda NTB sering menghubungi ketiga wartawan tersebut. Oknum anggota Polisi itu awalnya hanya menanyakan kebenaran berita, kemudian melakukan pemanggilan intrograsi dan bahkan meminta agar berita yang telah termuat itu dihapus dengan nada mengintimidasi.

Terkait hal ini, IJTI NTB  menyatakan bahwa prilaku oknum Polresta Mataram tersebut sangat bertentangan dengan kerja-kerja jurnalis yang di lindungi oleh Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999. Ia mengatakan bahwa jika ada yang melanggar dari produk berita yang dihasilkan wartawan dilapangan, silahkan gunakan hak jawab atau hak koreksi sebagaimana tertuang dalam Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara Dewan Pers dan Polri.

“Wartawan ini menjalankan pelaporan dalam pemberitaan, secara akurat dan berimbang demi kepentingan publik. Produk berita tersebut juga sudah melalui alur editing untuk menguji kebenarannya sebelum dimuat dan menjadi konsumsi publik. Jadi jangan panggil wartawannya, silahkan hak tanggung jawab atau hak koreksi jika merasa dirugikan dengan pemberitaan tersebut. Gunakan mekanisme penindakan pada Undang-Undang Pers jika dibutuhkan,” ucapnya Ketua IJTI NTB, Hj. Sitti Faridha Andipatiroi yang dikonfirmasi pada Jumat (25/11)

Mengatas namakan organisasi pers, Sitti Faridha meminta Kapolda NTB segera menyikapi persoalan ini dan menindak dengan tegas oknum Polisi yang telah bertindak diluar dari prinsip pekerjaannya tersebut. “Kami siap mengidentifikasi langkah untuk berunjukrasa mendatangi Polresta Mataram hingga Mapolda NTB, apabila oknum Polisi tidak dikecam. Karena telah menghalangi kerja-kerja jurnalis dan bahkan melakukan pungutan pembohong kepada korban kecelakaan,” tegasnya. (red.)