Gedung Rektorat POLTEKPAR Lombok Tengah. Photo: Riki Aditia.

Babak baru di Poltekpar Lombok Tengah kembali mencuat ke permukaan, dimana usai persoalan mahasiswa yang banyak menganggur kini soal pengangkatan Pegawai Tidak Tetap (PTT) di lingkup Poltekpar. Dimana dugaan saat ini terkait pemalsuan dokumen pengangkatan PTT yang tidak sesuai dengan aturan perundang-undangan. 

M Sahirudin selaku pelapor mengungkapkan persoalan yang terjadi yakni merupakan persoalan sederhana, dimana berdasarkan aturan PP nomor 49 tahun 2018 pada pasal 96 dijelaskan mengatur dengan terang benderang bahwa dilarang untuk mengangkat PPT, P3K, maupun Honorer. 

Namun hal ini terjadi di 2019 setelah keluar SK yang ada di Poltekpar pada tahun 2020 dan kemudian terjadi lagi di tahun 2021.

"Sekarang posisi SK ini secara otentik benar tidak ada pemalsuan SKnya tapi jelas terang benderang bahwa disini SK ini adalah melanggar aturan," Ungkapnya

Adapun yang telah di SKkan dipergunakan dalam pelaksanaan perjalanan dinas, gaji dan operasional lainnya. Maka semua turunan dari SK yang diterbitkan sudah cacat secara hukum. Sehingga kemudian baik gaji, perjalanan dinas, maupun fasilitas yang di terima dari Poltekpar itu cacat hukum dan itu merugikan negara. 

Kemudian, terkait proses yang sudah ada di Polres pihaknya menilai selama pihaknya selaku pelapor juga sering berkomunikasi dengan penyidik terkait perkembangan dari kasus ini, dan menanyakan dan mendeteksi sudah memanggil 12 orang termasuk Heri selaku admin administrasi umum. 

Di SK terbaru 2021 dia menandatangani SK di sana ada yang dikeluarkan SK di tahun 2021 dan pengangkatan juga ada pengangkatan baru administrasi yang terjadi 2021 sebelum definitif dan masih jabatan PLT direktur yang mengesahkan. 

"Ada dua alat bukti awal yang sudah diserahkan yakni kwitansi transfer masing-masing siswa untuk disekolahkan ke chowyang Taiwan dan masalah SK sebagai bukti pemasukan proses pemalsuan dokumen, " Paparnya

Sementara, Ketua tim advokasi Junaedy Supryadin Akbar dalam melihat perkembangan kasus pengakuan pelapor dan media massa yang sudah yang kita harapkan aparat penegak hukum di dalam menyikapi kasusnya kita harus lurus-lurus.

"Artinya tidak ada permainan di Balik kasus ini dan  murni semata-mata untuk menegakkan hukum sehingga proses ini menjadi apa menjadi Aura positif, " Tegasnya. 

Pihaknya sepakat dengan apa yang dikatakan oleh pihak APH dimana kuat kemudian jelas pihaknya mengindikasikan menemukan adanya tindak pidana umum yakni terkait dengan adanya indikasi pemalsuan dokumen.

"Jangan sampai tidak adanya perkembangan yang menujukkan kemajuan dalam dalam penanganan kasus ini, atau jalan ditempat bahkan mundur dan menghilang, "sentilnya.

"kita juga bukan orang kemarin sore untuk berbicara soal penegakan hukum, Jadi kalau ada yang bermain-main maka kamipun akan mengambil langkah-langkah ke jalur yang lebih tinggi, dimana kalau terindikasi adanya permainan penyidik kami akan laporkan ke Propam Polda NTB, " Terangnya

Kasat reskrim Polres Loteng IPTU Redho Rizki Pratama dan Juga Pihak Poltekpar sampai dengan berita ini di muat masih belum memberikan konfirmasi atas hal itu. (RA)