Masyarakat Bayan saat menggelar perayaan MULUD secara adat. Photo: Asrarudin.

Orang Bayan

By : Asrarudin Hamid

Menyoal Bayan adalah menyoal sebuah "komunitas" di pulau Lombok yang mendiami hampir sebagian besar wilayah di Bayan, Lombok Utara dan Lombok pada umumnya. Bayan sebagai sebuah komunitas barangkali adalah sebuah tempat dimana segala urusannya adalah bagaimana nilai-nilai "tradisionil" bertahan ditengah gempuran berbagai macam "ancaman" hari ini. Entah originalitasnya, atau segala penghakiman lain (dari komunitas luar) atas segala urusannya, Bayan (seolah) liyan dengan berbagai definisi, tata nilai dan antah. 

Komunitas ini unik, khas, transendental dan sekali lagi, membuat siapapun yang pernah berkunjung kesini dengan segala kemurnian hati adalah sebuah Bayan dengan kesahajaan, welas asih, jua kembali. 

Ditengah arus modernitas hari ini, lagi-lagi menemukan sebuah "entitas komunitas" yang masih mempertahankan nilai-nilai tradisionil mereka barangkali seperti sebuah oase ditengah definisi-definisi bias kita tentang modernitas, tidak kuno, tidak kampung dan lainnya padahal menyoal tradisi, entitas adat dan budaya adalah menyoal akar. Siapa, apa, bagaimana kita sebagai manusia. 

Wetu Telu (Islam)

Sebelum ke Bayan, saya memiliki gambaran tersendiri tentang Bayan. Sebagai sebuah komunitas (bahkan tata nilai) mereka. Bayan. Barangkali definisi ini adalah definisi yang dipahami (secara bias) oleh semua komunitas lain di luar mereka sendiri dengan berbagai sikap "penghakiman" dengan berbagai variannya. 

Saya tidak akan menulis disini cara pandang saya sebelum ke Bayan. Tentang Bayan, orang-orangnya atau tata nilai yang mereka anut. 

Gempa Lombok 2018 barangkali memang adalah persinggungan secara nyata tentang Bayan meskipun secara genetikal Bayan adalah rumah, rumah bagi segala keterasingan dari segala yang asing. Bahwa nyatanya salah satu guru pertama di komunitas ini adalah Uak saya. Tahun 1970an. 

Menyoal Wetu Telu (Waktu Tiga), saya lebih memilih sebuah konsep yang dipaparkan oleh orang Bayan sendiri. Wetu Telu adalah tentang sebuah tata nilai yang saraf nilai filosofis, bahwa Wetu Telu dipahami bahwa waktu kita sebagai manusia adalah tentang waktu lahir, hidup lalu mati. Jua tentang konsep lain tentang keseimbangan mengenai hidup selaras dengan unsur-unsur transendental kita sebagai manusia, hubungan dengan zat Maha (di luar kita), sesama manusia jua alam sekitarnya. Urusan-urusan ini terutama pada klausal kedua dan ketiga adalah ujud nyata tentang tata nilai kekerabatan jua cara mereka menjaga hutan adatnya. 

Tantangan Bayan

Barangkali semua budaya, komunitas sejatinya memiliki tantangan sama dimanapun. Nilai-nilai yang tergerus akan zaman, ketangguhan akan beradaptasi atau urusan-urusan modernitas cum kapitalisasi segala tata nilai yang lain. Jua penghakiman lain tentang tata nilai anutan mereka yang lagi-lagi seolah harus mono definisi tentang apapun dengan segala urusannya adalah definisi antar liyan itu sendiri. 

Harapan terbesar tentu saja bahwa Bayan akan tetap menjadi Bayan. Rumah bagi siapapun untuk kembali. Iya, kembali menjadi manusia itu sendiri.